Kelas Menengah (Middle Class) dan Indonesia Emas 2045

Andi Sama
7 min readFeb 4, 2025

--

Bagaimana seseorang dapat dikategorikan masuk dalam kategori kelas menengah di Indonesia?

Andi Sama CIO, Sinergi Wahana Gemilang

A Microsoft Co-Pilot computer-generated image, created on Jan 24, 2025. The prompt: “Create an artistic image of Indonesia. Transitioning from a middle-income to a high-income country by 2045. Include famous landmarks Monumen Nasional in Jakarta, MRT Jakarta. Show a vibrant city life, happy life with cafe, hotel, park, beach, good food.”

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar berita dari berbagai media di tanah air, mengenai kelas menengah dan Indonesia Emas 2045 “Kita menuju Indonesia Emas, di mana di tahun 2045 diharapkan pendapatan perkapita penduduk di Indonesia setara dengan negara maju dan terlepas dari jebakan negara kelas menengah (middle income trap).”

Kira-kira apa yah maksudnya?

Kelas Menengah (Middle Class) di Indonesia

Secara umum, definisi dan pengertian kelas menengah berbeda beda di tiap negara, bahkan berbeda di beberapa kota di dalam satu negara yang sama. Artinya, hal ini adalah relatif. Kita tidak bisa mengasumsikan bahwa kita dapat memperoleh pendapatan di satu negara maju (high-income country) dan membelanjakannya di negara berkembang (medium-income country).

Perbedaan ini dapat terlihat signifikan, misalnya turis Singapura, Amerika atau Eropa yang datang ke Indonesia, terlihat bebas dalam membelanjakan uangnya (seperti sudah lepas dari kelas menengah) walaupun di negaranya sendiri masih termasuk dalam kelas menengah.

Walaupun pendapatan di negara maju terlihat sangat tinggi dibandingkan dengan di negara berkembang, para turis yang datang ke negara berkembang dapat merasakan ‘naik kelas’ sesaat. Saat kembali ke negaranya, para turis ini kembali berjuang seperti kelas menengah pada umumnya.

Situasi sebaliknya tentu lebih berat, jika kelas menengah di negara berkembang menjadi turis di negara maju. Para turis ini akan merasakan seperti ‘turun kelas’ karena berdasarkan pendapatannya, berbagai hal seperti untuk makan sehari-hari terasa mahal dan sulit terjangkau. Sementara hal-hal tersebut adalah biasa bagi penduduk di negara tersebut.

Pew study (Rakesh Kochhar, 2017) mendefinisikan bahwa kategori kelas menengah adalah mereka yang memiliki pendapatan antara dua pertiga sampai dua kali dari median income (pendapatan median), di negara di mana mereka berada. Asumsinya, pendapatan yang digunakan untuk keluarga kecil dengan tiga orang (suami, istri, dengan satu anak).

Tentunya, ini adalah salah satu cara memandang kelas menengah. Artinya, definisi kelas menengah berdasarkan pendapatan juga bisa berbeda-beda di berbagai negara, atau bahkan di berbagai kota di negara yang sama. Bisa juga dikategorikan berdasarkan pengeluaran (expenses) misalnya.

Di Indonesia, median income di tahun 2023 (Timedoctor, 2023) disebutkan ada di angka IDR 10,500,000 — sepuluh setengah juta rupiah per bulan (USD 700, dengan kurs nilai tukar 15,000 per 1 USD). Artinya 50% populasi (para pekerja usia produktif) mendapatkan pendapatan di bawah median income, dan 50% populasi mendapatkan lebih dari median income. Mengacu ke angka ini dan Pew study di atas, artinya kelas menengah di Indonesia adalah mereka yang berpenghasilan antara IDR 7,000,000–21,000,000 (USD 467 — 1400) per bulan.

Apakah ini sudah dikatakan berkecukupan? Mari kita lihat bagaimana kelas menengah dapat dikategorikan dari sisi lainnya (Ivy Grace, 2024). Kita akan melihat juga komparasinya dengan negara tetangga kita di ASEAN, Singapura dan Vietnam.

Menuju Kelas Menengah (Aspiring Middle Class)

Pendapatan bulanan: di bawah 7 juta rupiah.

Bagi yang pendapatan bulanannya masih di seputar Upah Minimum Regional (UMR), berarti masih belum masuk ke kelas menengah, menurut definisi di atas. Walaupun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa pendapatan UMR sudah masuk ke dalam kelas menengah.

Tanda-tanda kita masih menuju ke kelas menengah, namun tidak termasuk miskin:

  • Ketergantungan tinggi dari penghasilan bulanan.
  • Sangat sulit menabung untuk kebutuhan darurat, apalagi untuk persiapan pensiun.
  • Kebutuhan obat-obatan umum untuk kesehatan, transportasi sehari-hari, termasuk bayar sewa merupakan hal-hal yang sangat memberatkan.

Dengan analogi yang sama, berdasarkan median income SGD 5.197 per bulan (Abram Lim, 2024), angka yang harus dicapai di Singapura misalnya, untuk dapat dikategorikan masih menuju ke kelas menengah, adalah masih memiliki pendapatan dibawah SGD 3.465 (tiga ribu empat ratus enam puluh lima) per bulan, atau dibawah IDR 40.887.000. SGD adalah dolar Singapura. Median income di Singapura, kalau dirupiahkan menjadi 61.324.600 rupiah (kurs tukar: SGD 1 = IDR 11.800).

Di Vietnam, dengan median income VND 14.900.000 per bulan (Karolina Matyska, 2024), rentangnya menjadi VND 9.934.000 — 29.800.000. VND adalah mata uang di Vietnam, Vietnamese Dong. Jika dirupiahkan, median income di Vietnam menjadi 9.238.000 rupiah (kurs tukar: VND 1 = IDR 0.62), mirip-mirip dengan di Indonesia.

Kelas Menengah (Middle class)

Pendapatan bulanan: diantara 7–21 juta rupiah.

Di rentang pendapatan bulanan inilah kelas menengah berada. Secara jumlah, dibandingkan total populasi, biasanya jumlahnya cukup signifikan. Merekalah yang menggerakkan roda perekonomian — pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, namun tidak cukup bebas untuk merasa aman secara finansial.

Tanda-tanda kita berada di kelas menengah:

  • Berbagai tagihan rutin dapat dibayarkan tepat waktu, tanpa menunggak. Sesekali masih bisa makan di luar rumah, di restoran misalnya, tanpa terasa terlalu membebani.
  • Pengeluaran besar, seperti bayar anak kuliah atau cicilan rumah terasa berat, namun masih dalam batas-batas kemampuan.
  • Masih bisa menabung, namun tidak banyak.

Sebagai perbandingan, angka yang harus dicapai di Singapura untuk dapat berada di kelas menengah ini adalah memiliki pendapatan antara SGD 3.465 (tiga ribu empat ratus enam puluh lima) — 10.394 (sepuluh ribu tiga ratus sembilan puluh empat) per bulan. Kurs rupiahnya menjadi IDR 40.887.000 — 122.649.200.

Di Vietnam, rentangnya berada diantara VND 9.934.000 — 29.800.000. Jika dirupiahkan menjadi IDR 6.159.000–18.476.000.

Lepas dari Kelas Menengah (Upper class)

Pendapatan bulanan: di atas 21 juta rupiah.

Kelas ini bukan hanya sudah memperoleh pendapatan bulanan yang besar, namun juga memiliki berbagai instrumen investasi seperti saham, obligasi, reksadana, properti maupun bisnis. Pendapatannya sudah sangat mencukupi untuk kebutuhan jangka pendek — dan dapat lebih leluasa untuk merencanakan pemenuhan kebutuhan jangka panjang.

Tanda-tanda kita sudah lepas dari kelas menengah:

  • Selain menabung, sudah mampu berinvestasi dan melihat portfolionya bertumbuh.
  • Hutang dapat dikelola dengan baik, menjadi leverage untuk pengembangan aset, daripada menjadi beban.
  • Bebas merencanakan liburan, termasuk berwisata dan menyekolahkan anak ke luar negeri, dan bahkan membeli rumah kedua.

Sebagai perbandingan, angka yang harus dicapai di Singapura untuk dapat berada di kelas ini adalah memiliki pendapatan minimum SGD 10.394 per bulan (IDR 122.649.200).

Di Vietnam, pendapatan minimum untuk lepas dari kelas menengah adalah diatas VND 29.800.000. Jika dirupiahkan menjadi IDR 18.476.000.

Tentunya, semua pendapatan ini adalah sebelum pajak, nilai take-home-pay akan lebih kecil dari angka-angka tersebut.

Kesimpulan

Bank Dunia mengkategorikan suatu negara menjadi beberapa kelas berdasarkan GNI (Gross National Income) per kapita, dengan tujuan apakah suatu negara dapat menggunakan berbagai fasilitas bank, loan misalnya (Sekretariat Republik Indonesia, 2020).

Rentang pendapatan tahunan (Indonesia-investments.com, 2023) untuk lower middle income country ada diantara USD 1136–4.465. Sedangkan upper middle income country diantara USD 4.466 — 13.845. Sejak tahun 2023 Indonesia masuk dalam kategori negara upper middle income dengan GNI per kapita tercatat di USD 4.580.

Singapura sudah masuk dalam kategori high income country, sedangkan Vietnam masih di kategori lower middle income country.

Laporan Bank Dunia untuk Indonesia (World Bank, 2019) mendefinisikan lima kategori berdasarkan pengeluaran per kapita per hari (dalam USD): poor (<2,2), vulnerable (2.2–3.3), aspiring middle class (3,3–7,75), middle class (7,75–38), dan upper class (>38). Dengan kurs USD 1 = IDR 15.000, middle class menurut definisi ini adalah seseorang yang memiliki pengeluaran antara 116.250–570.000 rupiah, per hari. Dalam sebulan, artinya pengeluarannya antara 3.487.500 — 17.100.000 rupiah; 3,5–17 kali garis kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), rentang pengeluaran kelas menengah berdasarkan garis kemiskinan ini ada diantara 2.040.262 — 9.909.844 rupiah (Tempo, 2024) per orang per bulan.

Lima kelas berdasarkan pendapatan (World Bank, 2019): poor, vulnerable, aspiring middle class, middle class, dan upper class.

Kembali kepada pertanyaan di awal, ”Apa sih maksudnya middle income trap?ini merupakan suatu situasi di mana suatu negara sudah mencapai level middle income, namun terjebak dan sangat sulit untuk bertransisi ke level selanjutnya, high-income.

High-income artinya pendapatan setara dengan negara maju, di mana untuk Indonesia Emas 2045 (Kementerian PPN/Bappenas, 2025) dicanangkan pendapatan tahunan per kapita adalah sebesar USD 23.000–30.300 (di mana kalau dirupiahkan saat ini di tahun 2025, kira-kira setara dengan 371 — 489 juta rupiah pertahun, 31 — 40 juta per bulan).

Nah bagaimana mensiasati agar kita bisa naik kelas? Pendidikan dan kesehatan (BPS, 2023), juga jaringan pertemanan yang baik, walaupun bukan menjadi satu-satunya jalan, dapat menjadi pendobrak agar kita dapat mengakses berbagai kesempatan yang ada — mampu naik kelas ke level berikutnya.

Referensi

--

--

No responses yet